Sunday, March 17, 2019

Rumah Ilahi

Pada hari itu, hatiku dekat denganku. Ia menyatu seolah belum pernah sebelumnya menjadi satu. Kami menapaki pualam yang dingin di bawah teriknya langit. "Rumah Ilahi...", lirihnya. Aku mengiyakan, seraya menatap bangunan hitam yang gagah dan menawan.

-13 Februari 2017-

Monday, May 8, 2017

Sebuah Jalan Menuju

         Bilqis masih mengenakan helmnya, terburu-buru ia menaiki tangga dengan langkah yang cepat dan lebar. Didapatinya sebuah kamar di lantai dua rumah yang tenang itu. Setengah berlari, ia hampiri pintu kamar tersebut dan langsung membukanya.

          “Aku ga suka sama hal ini Baal.. semakin dewasa, pilihan hidup kok rasanya semakin rumit..” keluh gadis itu sembari memasuki kamar.

          Balqis yang berada di dalam kamar menoleh ke sumber suara, ia tersenyum dan berkata, “wa’alaikumussalam...”. 

          Sepasang bola mata Bilqis membesar dan refleks telapak tangannya menutupi bibirnya. Ia baru tersadar sudah lupa mengucapkan salam terlebih dahulu. Kemudian senyumnya mengembang, menampakkan sederet giginya yang rapi. Sambil cengengesan, ia hampiri Balqis dan berkata, “Assalamu’alaikum, bride to beee...”.

          “Uh kamu ini.. Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh Bilqiiss. Apa cerita Bil? Tiba-tiba masuk, ngomong seperti itu, sampai belum lepas helm segala?” Balqis memberondong penuh tanya.

          “Eh iya aku lupaa hahaha”, jawab Bilqis sambil melepas helmya. Lalu ia mendekati Balqis, duduk disebelah saudari kembarnya yang terlahir 10 menit lebih cepat itu.

          “Tadi aku ngobrol sama temen-temen kuliah dulu, kami bahas soal masa depan. Kamu tahu ngga Bal, jalan hidup mereka tuh ya kok lempeng banget. Jelas udah mau kemana, mau ngapain, alurnya udah sesuai. Lah akuuu.... yang aku impikan terlalu berbeda dari apa yang kulakukan sekarang.. Kamu juga enak Bal, semua rencanamu terlaksana. Bulan depan kamu menikah, dua bulan lagi kamu mulai internship, sama pula lokasi intern kalian. Cita-citamu tinggal selangkah lagi, seneng banget. Coba aja aku, cita-citaku udah semakin jauh darikuu..” sambung Bilqis dengan wajah muram.

          Balqis menatap wajah saudarinya lekat-lekat. Ia menemukan cahaya yang meredup pada mata kembarannya. Biasanya, mata itu selalu berkilat jenaka. Selalu ada saja ide kreatif yang ia miliki. Kepalanya agak menunduk, melihat ke bawah seakan-akan sedang meratap. Wajahnya yang teduh pun masih diliputi debu jalanan seusai berkendara. 

           Balqis membatin, “Bilqis tidak pernah seperti ini, hal pertama yang ia lakukan begitu sampai rumah adalah membersihkan wajah. Bahkan kali ini, melepas helm saja lupa. Ah, Bilqis sedang galau maksimal rupanya..”.

           “Ayo kita jalan-jalan”, sahut Balqis sembari menggamit tangan Bilqis. Bilqis menurut saja, ia mengikuti langkah kaki saudari yang selama ini selalu memahami dirinya. Sampailah mereka di rumah sakit yang dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki 10 menit dari rumah mereka, rumah sakit tempat Bilqis bekerja.
          “Kenapa kesini Bal? Aku jenuh dengan penantian-penantianku di tempat ini. Belum jadi juga tuh dibuka departemen yang sesuai jurusanku. Aku masih aja mengerjakan hal-hal yang jauh dari passionku” protes Bilqis yang mengerutkan dahinya. 

          “Jawab yang jujur ya Bil, apa sebenarnya arti sukses bagimu?” Balqis balik bertanya dengan nada yang lembut.

          Kerutan di dahi Bilqis bertambah, lalu ia menjawab, “Hmm.. bermanfaat bagi banyak orang tentunya. Melakukan hal-hal yang berarti, hal-hal yang sesuai passion kita. Well, kalau bisa jadi sosok yang mendunia. Keberadaannya signifikan di bumi ini”.

          “Tidak ada yang salah dengan jawabanmu. Sekarang coba kamu lihat mbak yang sedang membersihkan kaca itu, apakah ia jauh berbeda dari jawaban sukses versimu?” Balqis kembali bertanya. Pandangan mereka mengarah pada seorang perempuan muda berseragam cleaning service rumah sakit. 

          “Perbandinganmu nggak apple to apple,  Bal. Males ih bahasnya, aku balik aja deh” bantah Bilqis kemudian berlalu meninggalkan Balqis.

          “Bil, aku percaya kamu bisa mengolah pemikiranmu dengan lebih dipenuhi syukur. Jangan pernah meremehkan apapun” sayup-sayup suara Balqis menyertai kepergian Bilqis.

          Hingga keesokan harinya, Bilqis masih berusaha menghindari Balqis. Ia merasa kali ini Balqis tidak berhasil memahaminya, untuk pertama kali ia memutuskan ingin puasa bicara dulu pada Balqis. Pagi itu, ia berangkat lebih cepat ke rumah sakit, masih dalam rangka mengurangi kontak dengan Balqis.

          Rumah sakit masih lengang pada pagi itu. Ia sudah duduk di kursi merahnya, menghidupkan komputer, menyiapkan perkakas administrasi andalannya; pulpen, stempel, dan hekter. Lalu fikirannya kembali melayang pada dua bulan lalu, saat pengumuman kelulusan seleksi pegawai rumah sakit. Namanya tercantum pada daftar peserta yang lulus. Diantara 6800 orang pendaftar, hanya ada 70 nama yang diterima.

          Bersyukur seharusnya menjadi hal pertama yang ia rasakan. Namun saat itu, ia merasa getir. Ia akan berada di posisi  yang tidak pernah muncul dalam cita-citanya. Jauh di lubuk hatinya, ia melakukan ini hanya demi keluarga yang mendukung penuh langkahnya untuk mencoba melamar pekerjaan tersebut, untuk menjadi lebih realistis. Kata mereka, semua diawali dari dasar, akan ada waktunya untuk mewujudkan cita-cita, akan ada jalan baru yang terbuka. Ia tidak menyangka doa keluarganya terwujud saat itu. Pada posisi itu.

          Lamunannya buyar saat kakinya tersenggol sapu. Ternyata mbak berseragam cleaning service rumah sakit yang ditunjuk oleh Balqis kemarin sedang menyapu bagian bawah kursinya. Mbak tersebut meminta maaf karena tidak sengaja sudah menyenggol kakinya. Bilqis lantas bertanya, “Mbak, apa arti sukses bagi mbak?”.

          Ia terdiam cukup lama. Lebih lama dari Bilqis saat kemarin diberi pertanyaan yang sama. Lalu ia menjawab dengan suara yang bersemangat, “Sukses itu adalah saat saya masih dapat terus bersyukur dengan apapun yang Allah berikan pada saya, mbak. Suka atau tidak, saya jalani saja. Saya selalu percaya pada skenario Allah, saya yakin suatu saat nanti cita-cita saya akan terwujud dengan jalan yang tidak pernah saya bayangkan. Atau malah mungkin hal yang terjadi malah lebih baik lagi dari yang saya idam-idamkan hehehe”.

          Tiba giliran Bilqis yang terdiam cukup lama mendengar jawaban tersebut. Ia tersipu malu dengan keyakinan yang dimilikinya, ternyata belum sekuat mbak tersebut. “Mungkin ini yang dimaksud Balqis kemarin, bersyukur adalah sukses yang sebenarnya. Bercita-cita besar sungguh baik, namun harus diiringi kesadaran bahwa prosesnya pasti tidak akan kalah besar. Pilihan-pilihan yang menyambutku akan semakin membingungkan. Aku akan diasah melalui berbagai hal yang menguji kapasitas diriku, bersabar pada egoku”, Bilqis membatin.

          “Saya juga tidak akan remeh pada posisi apapun mbak. Terlebih yang saya lakukan sekarang. Setiap orang dapat bermanfaat selama ia terus bergerak, tidak cukup hanya berkecimuk dalam fikirannya. By the way saya bekerja sambilan kuliah mbak, saya tidak bersedia terjebak dalam hari-hari yang tidak lebih baik dari hari sebelumnya” sambung mbak tadi tanpa ditanya. Tatapannya begitu terang, menyiratkan masa depan yang semakin benderang.

          Bilqis tersenyum manis, memberikan ucapan terima kasihnya dengan tulus. Ia terinspirasi, semangatnya melambung lagi. Ia akan meningkatkan kesabarannya, tetap menanti departemen idamannya dibuka. Sambil mengerjakan tugasnya sekarang, ia akan mempersiapkan diri dengan terus mengulang pelajarannya saat kuliah dulu. Mungkin juga sembari melakukan inovasi lain, seperti riset kecil-kecilan. Hingga saatnya tiba, ia akan siap sepenuhnya. Ia kagum pada keteguhan mbak ini. 

          Tidak menyangka moodnya berubah secepat ini, terlebih lagi pemicunya bukan orang yang pernah ia ekspektasikan sama sekali. Ia bertekad tidak akan pernah remeh lagi pada posisi yang dirinya geluti, pada posisi siapapun. Menyadari sepenuhnya justru sikapnya yang sekarang akan memengaruhi karakternya di masa mendatang. Ia teringat pada Balqis dan jadi merasa bersalah sudah mendiamkannya. “Sepulang kerja nanti, akan kupeluk saudara kembarku satu itu!” batinnya ceria.


#beraniberkaryaberanisukses #menuliskreatif #1cerpen1hari #fajrmanagement

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengikuti lomba Fajr Management

Friday, April 15, 2016

Di Atas Waham

Pemikiran yang dalam. Kajian yang panjang. Kisah yang terlontar. Sesenggukan yang pedih. Ingatan yang meresahkan.

Orang awam. Memasuki ruang ekslusif. Terdampar dalam yakin dan nyata. Takjub bilakah sudah tempatnya.

Terlalu detil pada pertimbangan. Diam dalam juta tanya. Ya dan tidak. Kecamuk mengudara.

Sudahlah, manusia tetap manusia. Ada kekuatan jauh lebih dari segalanya. Mari kembali padaNya..

Wednesday, November 18, 2015

Regulasi (?)

Bergulat dengan konteks mental yang menyapa. Rasanya boleh saja mencekam. Tapi oh sungguh benar, tenanglah.

"...dan hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang..."

Ia menarik nafas dalam-dalam. Banyak pemikiran yang merasuki. Kewajiban mendesak disetiap sudut. Hak berlebih menutup. Ia pun mulai menyalahkan diri. Hingga, teringat pada pesan itu.

Bismillah, bersabarlah. Perjuangan akan selalu berbunga dan berbuah! Kelak :)

Monday, November 9, 2015

Sembari Menanti

Titik nadir katanya akan berdetak memecah detik
Jumpakan puing demi bersatunya harap
Melandasi mimpi masa setengah mahluk
Hingga langitku dan langitmu kadung membiru

Pasal cerita tersendat
Apa jadi jika terbentur harus
Mengulang degup setiap baca
Pasrah bagi kehendakNya saja

Sedang apa disana?
Pada sebrang latar perjuangan
Bagaimana harinya?
Diam-diam ada yang sembunyikan tanya

Sunday, October 4, 2015

Meraki Aur. Intro

Assalamualaikum. Halo dunia~

Setelah berbulan-bulan menanti, Alhamdulillah kini sudah kembali kuliah \^^/ sudah sebulan malah hehehe.

Pada semester 7 ini ada 7 mata kuliah yang beruntung karena saya pilih :p Salah satunya adalah Intervensi Sosial, Insos nama akrabnya. Matkul satu ini memberi kesempatan sekelompok mahasiswa untuk terjun ke masyarakat dan melakukan action research. Sorotan utamanya adalah pengabdian berupa community development berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah psikologi, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia berdasarkan proses mentalnya :)

Banyak cerita yang sudah beredar tentang Insos, bahkan sejak saya masih maba. Tentang perjuangan, jatuh dan bangun, kejadian demi kejadian, rasa pahit getir manis asam asin (?), dan baaanyak sekali kenangan-kenangan.

Sounds good, eh?

Ya, saya rasa penting untuk berbagi kisahnya. Apapun bisa terjadi nanti, the power of serendipity ;) Langsung disini, tanpa menuliskan terlebih dahulu di buku harian. Belajar dari pengalaman kisah PPAN yang belum kunjung rampung dipindahkan dari buku harian :')

Oke! Jadi, mengapa dinamai Meraki Aur?

Kampung Aur adalah lokasi Insos kelompok kami. Kami ber-9, Byuti-Muthia-Nana-Isan-Ade-Melfa-Rina-Gadis-dan saya. Fokus kami adalah komunitas penduduk Kampung Aur yang tinggal dipinggir rel kereta (ada juga penduduk Kampung Aur yang tinggal di pinggir sungai). Kelurahan Kampung Aur sendiri tergolong masih terletak di tengah kota Medan, tidak jauh dari istana sultan, dekat dengan pusat keramaian, ia nyata diantara hiruk-pikuk kesenjangan.

Meraki? Meraki...saya baru saja mengetahui makna kata ini, yang ternyata indah sekali :)

Sumber: https://www.facebook.com/kreshna.aditya/media_set?set=a.10206313602740469.1073741836.1278625177&type=3
Mudah-mudahan akan sesuai dengan doa ini, semoga bisa menebar manfaat bersama-sama.

Seperti apa kisah kami? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Yak, temukan jawaban pada postingan-postingan selanjutnya ;)

Monday, August 10, 2015

Balada Sua

Maka setiap hati memiliki muaranya. Satu. Kekal. Selamanya.

Bukan tanya jika jawabnya sudah ada. Hanya terkadang bisikan sudah mengaburkan. Menorehkan dari keinginan mulia. Tergerus pada hal yang awamnya biasa.

Sudah selayaknya tunduk ini semakin dalam untukNya. Pengirim rasa, semesta terilham. Menyelipnya sepucuk cinta pada hati-hati manusia. Penuh harap doa terkesiap.

Pribadi yang menitipkan kesan. Tangguh dan memberi tanda.

Seakan nyata dalam bayangan. Beranjak dari gelap. Menyemai kehidupan.

Percaya masa akan sampai dalam sekejap perjuangan. Sampai bersua.