Monday, April 30, 2012

Contoh Kasus Refleksi Hasil Bentukan Belajar PUM 2 :)


Motivation 

Contoh kasus sebagai refleksi hasil bentukan belajar motivation, saya ambil dari kejadian yang sesuai dengan salah satu poin dari teori  achivement motivation, yakni mastery goals. 

Tiga tahun belakangan ini saya mulai les musik di dekat rumah, cabang yang saya ambil adalah biola. Tempat les saya merupakan sekolah musik yang mengkondisikan seperti sekolah pada umumnya, yaitu ada ujian kenaikan level setiap tahun. Namun ujian tersebut tidak wajib.

Selama hampir 3 tahun, seharusnya saya sudah 3 kali juga mengikuti ujian kenaikan grade. Namun, saya hanya 1 kali mendaftar untuk mengikutinya, yaitu pada tahun pertama. Mengapa demikian? Karena berdasarkan pengalaman pada ujian yang pertama, 3 bulan sebelum hari-H ujian, yang dimainkan, dilatih, disempurnakan setiap masuk les adalah lagu yang menjadi bahan ujian saja.

Karena hal tersebut, saya merasa ilmu-ilmu lain, teknik-teknik selanjutnya yang harus segera dipelajari, malah jadi terhambat karena tertunda dengan pematangan persiapan ujian. Selain itu, grade tidak menjamin skill dengan pasti. Yang menjadi motivasi saya adalah kemampuan untuk menguasai secara penuh ilmu tersebut (ini sebagai mastery goals saya) tanpa mementingkan grade berapa saya seharusnya. :)



Emotion 

   Kalau contoh kasus sebagai refleksi hasil bentukan belajar  emotion, saya mengambil contoh rasa sedih karena sakit saat jatuh dari sepatu roda. Waktu SD dulu, saya pernah terjatuh karena terpleset di lantai rumah yang licin saat bermain sepatu roda. (Hikmah penting, bersepatu roda jangan di dalam rumah...)

Apabila melihat dari sudut pandang James-Lange Theory yang berpendapat bahwa fisiologis dulu lalu kemudian emosi, maka kejadian yang saya alami tersebut adalah saat saya sakit karena jatuh dari sepatu roda (secara fisiologis) saya menjadi sedih (secara emosi). 

Namun apabila dikaji dari Cannon-Bard Theory, maka menjadi berbeda. Rasa sedih (secara emosi) terjadi karena terjatuh dari sepatu roda (secara fisiologis).

Berbeda lagi dengan Cognitive Theory yang mengatakan bahwa faktor dari emosi tersebut datang dari stimulus luar maupun dalam diri. Kalau dalam kasus ini, stimulus luar adalah karena jatuh dari sepatu roda dan stimulus yang dari dalam diri adalah rasa sakit yang membawa kesedihan yang datang dari tubuh kita sendiri.

Thursday, April 26, 2012

Tugas Mini Proyek Awal


Topik 
Ruang Lingkup Pendidikan

Judul 
Dinamika Belajar di Kelas Pada Murid-Murid TK Bunayya

Pendahuluan 
Sekolah merupakan salah satu sumber pengalaman terbesar dalam masa kanak-kanak yang mempengaruhi sebagian besar aspek dari perkembangan anak. Dalam masa itu, anak dapat meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan sosialnya, melatih tubuh dan pikiran mereka serta mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan mereka yang akan datang. Pada umumnya pendidikan prasekolah akan mempengaruhi pencapaian anak pada pendidikan sekolah dasar hingga sekolah lanjutan. Kemudian akan terlihat bagaimana sekolah mempersiapkan muridnya untuk pendidikan yang lebih tinggi. Seperti bagaimana sekolah membuat kesepakatan dengan murid tentang drop out dan bagaimana sekolah mengajarkan muridnya dalam menyelesaikan masalah.
Tujuan utama pendidikan pra-sekolah adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar (Puskur, 2003). Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa fungsi pendidikan pra sekolah, yang mana salah satu diantaranya adalah untuk menyiapkan anak didik memasuki pendidikan dasar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa selain bertujuan dan berfungsi untuk menstimulasi tumbuh kembang anak, pendidikan pra-sekolah sesungguhnya juga berperan penting untuk mengembangkan kesiapan anak didik dalam memasuki pendidikan sekolah dasar.
Memberikan pengajaran kepada anak prasekolah bukanlah hal yang mudah. Karena dalam prosesnya, selain membutuhkan kesiapan mengajar seorang pendidik juga harus memahami perkembangan psikologi anak prasekolah, dan hal ini juga mempengaruhi teknik mengajar yang harus disesuaikan dengan perkembangan usia mereka.
Landasan Teori 
Prasekolah (bahasa Inggris: pre-school) merupakan pilihan pendidikan bagi kanak-kanak sebelum memasuki sekolah. Early Childhood adalah anak yang berusia sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun. Batasan ini seringkali dipergunakan untuk merujuk anak yang belum mencapai usia sekolah dan masyarakat menggunakanya sebagai tipe Prasekolah.
Pengertian anak prasekolah menurut  The Nation Association for The Education of Young Childhood  (NAEYC), early childhood adalah anak yang berusia sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun. Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan  Nasional, Pasal 12 Ayat 2 menyebutkan bahwa pendidikan anak prasekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin seumur hidup (Patmonodewo, 2003).  
Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan  Nasional, Pasal 12 Ayat 2 menyebutkan bahwa pendidikan anak prasekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin seumur hidup (Patmonodewo, 2003).
Pendidikan prasekolah adalah satu program yang menyediakan pengalaman pembelajaran kanak-kanak yang berumur 4-6 tahun dalam jangka masa satu tahun atau lebih sebelum masuk ke tahun pertama di sekolah formal. Konsep yang digunakan ialah "Belajar Sambil Bermain" dengan menekank "Pembelajaran Bertema". Kaedah pembelajaran ialah meliputi aktivitas kelas, aktivitas kumpulan dan aktivitas individu. Pendidikan prasekolah bertujuan menyuburkan potensi kanak-kanak dalam semua aspek perkembangan, menguasai kemahiran asas dan memupuk sikap positif sebagai persedian untuk masuk ke sekolah dasar.
Pengertian TK 
            Taman kanak-kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 3 sampai 6 tahun. Adapun fungsi TK adalah untuk mengenalkan anak dengan dunia sekitar, menumbuhkan perilaku yang baik, mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang bersosialisasi, mengembangkan keterampilan, krativitas dan kemampuan anak, menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar.
Wylie (1998) mengemukakan bahwa ada beberapa ketrampilan-ketrampilan krusial yang akan dibutuhkan anak selama perjalanan pendidikannya mulai dari sekolah dasar dan seterusnya, diantaranya: ketrampilan menyimak dan mendengarkan, ketrampilan akademik, ketrampilan bekerja secara mandiri dan secara kelompok, serta ketrampilan berkomunikasi.
Lebih lanjut, Muijs & Reynolds (2008:280) mengemukakan beberapa ketrampilan kunci untuk meningkatkan kesiapan sekolah anak pra-sekolah, yaitu:
1.      Ketrampilan sosial, misalnya kemampuan untuk bekerjasama secara kooperatif, untuk menghormati orang lain, untuk mengekspresikan emosi dan perasaan dengan cara yang terhormat, untuk mendengarkan orang lain, untuk mengikuti aturan dan prosedur, untuk duduk dengan penuh perhatian, dan untuk bekerja secara mandiri.
2.      Ketrampilan komunikasi, misalnya ketrampilan untuk meminta bantuan dengan cara yang baik dan sopan, ketrampilan untuk memverbalisasikan pikiran dan perasaan, menjawab pertanyaan terbuka dan tertutup, berpartisipasi dalam diskusi kelas, dan ketrampilan untuk menghubungkan berbagai ide dan pengalaman.
3.      Perilaku terkait-tugas, misalnya perilaku tidak mengganggu anak-anak lain selama proses belajar, ketrampilan anak untuk memantau perilakunya sendiri, menemukan bahan-bahan yang diperlukan guna menyelesaikan tugas, mengikuti pengarahan guru, menggeneraliasikan ketrampilan ke berbagai situasi, bersikap on-task selama mengerjakan pekerjaan yang melibatkan seluruh kelas, menentukan pilihan, mengawali dan menyelesaikan pekerjaan pada waktunya tanpa pengarahan guru, dan mencoba berbagai strategi untuk mengatasi masalah yang berbeda.
Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kesiapan sekolah pada anak usia pra-sekolah. Metode-metode pembelajaran berikut, merupakan metode pembelajaran yang banyak direkomendasikan oleh para pakar pendidikan pra-sekolah untuk mengembangkan kesiapan anak memasuki pendidikan sekolah dasar.
1.      Metode Bermain. Bermain merupakan cara/jalan bagi anak untuk mengungkapkan hasil pemikiran, perasaan serta cara mereka menjelajahi dunia lingkungannya. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, belajar secara menyenangkan. Bermain membantu anak menjalin hubungan sosial antar anak (Padmonodewo, 2003).
2.       Metode belajar kooperatif. Belajar kooperatif dapat dimaknai anak-anak belajar dalam kelompok kecil, dan setiap anak dapat berpartisipasi dalam tugas-tugas bersama yang telah ditentukan dengan jelas, dan supervisi diarahkan oleh guru (Masitoh, dkk; 2005).
3.       Metode Drama dan Sandiwara Pendek, adalah cara lain guna memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk ikut ambil bagian di dalam kegiatan yang mereka nikmati, yang memiliki manfaat pendidikan cukup kuat, khususnya dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dan berbicara anak.
4.       Metode Demonstrasi. Guru menggunakan metode demonstrasi untuk mendeskripsikan tentang sesuatu yang akan dilakukan anak-anak. Demosntrasi memadukan strategi pembelajaran “do it signal, modeling, dan menceritakan-menjelaskan-menginformasikan..
5.      Metode Diskusi Kelompok Kecil atau Diskusi Kelas. Dalam diskusi guru tidak membimbing percakapan tetapi mendorong anak-anak untuk mengemukakan gagasannya sendiri dan mengkomunikasikan gagasan secara lebih luas serta mendengarkan pendapat orang lain.
6.      Metode Pemecahan Masalah. Harlan (1988) dan Hendrick (1997) dalam Masitoh, dkk. (2005) mengemukakan bahwa dalam kegiatan ini anak-anak terlibat secara aktif dalam kegiatan perencanaan, peramalan, pembuatan keputusan, mengamati hasil tindakannya, sedang guru lebih bertindak sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan anak dalam melakukan kegiatan pemecahan masalah secara lebih baik. Masalah yang baik akan dapat menolong anak untuk menganalisis, menyampaikan dan mengevaluasi peristiwa, informasi dan ide.
7.       Mengategorisasikan Objek, seperti mainan atau bahan-bahan lain di kelas, menurut kriteria seperti bentuk, ukuran, atau warna akan membantu anak-anak mengembangkan ketrampilan klasifikasi dan kemampuan matematisnya.
Untuk merancang pendidikan anak, orang tua dan guru perlu berpikir agar tidak terlalu banyak menuntut keterampilan di luar kemampuan anak. Setiap hari anak-anak membutuhkan latihan kegiatan jasmani yang disertai kebugaran dan aktivitas yang tinggi tetapi kecenderungan anak saat ini lebih banyak melakukan kegiatan pasif seperti menonton atau duduk diam di kursi. Dengan demikian perencanaan yang harus dilakukan oleh guru dan orang tua untuk mendorong perkembangan jasmani anak antara lain:
1.      Memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain,
2.      Menyediakan fasilitas yang merangsang pergerakan motorik.
Selain pembentukan sikap dan perilaku yang  baik  tersebut, anak juga memerlukan kemampuan intelektual agar anak tiap menghadapi tuntutan masa kini dan yang akan datang. Oleh karena itu, anak memerlukan penguasaan berbagai kemampuan dasar agar dapat menyesuaikan diri.
Menurut Siskandar, kurikulum untuk anak usia dini harusnya memperhatikan beberapa prisnip:
1.      Berpusat pada anak,
2.      Mendorong perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sosial-emosional, bahasa dan komunikasi sebagai dasar pembentukan pribadi manusia,
3.      Memperhatikan perbedaan individu anak, perbedaan keadaan jasmani, rohani, kecerdasan dan tingkat perkembangannya.
Kegiatan belajar memang sudah seharusnya berpusat pada anak. Seperti teori yang dikemukakan oleh John Dewey mengenai Progessivism. Progessivism adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan sekolah yang berpusat pada anak (Child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (Teacher-Centered) atau bahan pelajaran (subject-centered).

Diskusi Kelompok Mengenai Psikologi Pendidikan dan Media Pembelajaran

Kelompok 6 :


Siti Habibah Rhadiatullah 11-027
Yan Adelaila Rambe 11-047
Ririn Hapsari 11-103
Nurul Fadhillah 11-107
Shellani Raudoh 11-115

1. Persinggungan Antara Teknologi dan Pendidikan
Jika ditilik dari makna,
Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi)

Sedangkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan).

Dari pengertian tersebut, kami mendiskusikan dimanakah persinggungan keduanya. Kami berpendapat bahwa persinggungan antara keduanya terjadi saat mendapatkan informasi untuk pembelajaran menggunakan teknologi dan mempelajari teknologi itu sendiri dengan pembelajaran.

Contohnya, kini sering dalam proses belajar mengajar di kelas, teknologi yang digunakan adalah pada saat pemberian bahan ajar menggunaan proyektor dan mendapatkan bahan pembelajaran dari internet.Bahkan pada mata kuliah pendidikan ini, tugas di posting di blog, sangat ketara penggunaan teknologinya :)

2. Standar Melek Teknologi Menurut International Society for Technology in Education (2000) dibandingkan dengan yang Terjadi di Indonesia, Medan Khususnya, dan Terlebih Khusus Lagi Masa Sekolah Dahulu
Berpacu dari Standar Melek Teknologi Menurut International Society for Technology in Education (2000) yang bekerja sama degan US Departement of Education, standar tersebut belum sepenuhnya teraplikasi di Indonesia pada saat ini.

Masih jauh perbedaannya, walau ada juga sedikit bagian kecil yang sudah terpenuhi yakni pada Pra Taman Kanak-kanak Sampai Grade Dua, itu juga hanya seputar kemampuan mengoperasikan komputer dan sebagainya, kalau mengenai menggunakan variasi media secara independen, penggunaan buku interaktif-software pendidikan-ensiklopedia multimedia dasar, dan perilaku etis-positif menurut kami masih belum. Kebanyakan kini, anak-anak tersebut orientasi teknologinya pada games online dsb.

Berlanjut pada standar di Grade 3-12, walau tetap masih ada yang teraplikasi (lagi-lagi mengenai pengoperasian komputer, denga tambahan penggunaaan komunikasi juga), namun makin jauh saja... Terutama mengenai riset-analisis-produktivitas, problem solving hardware dan software, desain-publikasi-paparkan, evaluasi akurasi-relevansi-bias maya dengan nyata, identifikasi kapabilitas-keterbatasan teknologi kontemporer, dan kelola komunikasi informasi personal-profesional, wah.... Indonesia masih tertinggal jauh.

Medan bagaimana? Lebih jauh lagi. Masih ada yang namanya perbedaan status sosial yang nyata. Secara umum, Teknologi hanya menjadi makanan keluarga berstatus finansial tergolong mampu. Sekolah-sekolah di Medan juga masih sedikit yang berstandar internasional.

Kalau Medan yang sekarang masih begini, Medan yang dulu ketika kami masih kecil bagaimana lagi? Lebih ekstrim, rata-rata kami mengenal handphone di grade 3 dan komputer di grade 5. Dahulu, pengetahuan tentang teknologi memang masih sangat minim. Bukan hanya murid, namun juga gurunya. Orientasi belajar dulu masih pada papan tulis dan buku. Jauh dengan yang sekarang..

3. Penjelasan, Pandangan Sebagai Seorang Mahasiswa, dan Pendapat Terkait Ubiquitous Computing
Ubiquitous Computing merupakan perkembangan generasi komputer dimana proses informasi terintegrasi dan menyebar luas dalam aktifitas manusia.Komputer menjadi perangkat yang lebih kecil, portabel, mobile, dan murah. Distribusi komputer lebih ditekankan ke lingkungan daripada personal. Ibaratnya, di setiap sudut kita bisa mendapat informasi yang bahkan tidak diperlukan. Bukan manusia lagi yang mencari informasi, malah informasi yang menghujani manusia.

Pandangan kami sebagai mahasiswa mengenai Ubiquitous Computing, sesuai dengan yang dipelajari dalam psikologi pendidikan, teknologi merupakan media penting dalam media pembelajaran dan dengan adanya Ubiquitous Computer ini kami berpendapat bahwa kita dapat meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri maupun terhadap teknologi karena menjadi mudahnya memperoleh informasi. Kami mendukung Ubiqouitous Computing yang menjadikan komputer eksis di dunia manusia, bukan menempatkan manusia dalam virtual.

Namun dengan kecanggihan yang begitu memesona, jangan sampai kita jadi terhanyut. Dari segala sisi positif, ada juga bagian-bagian negatif yang tidak kita sadari. Radiasi yang mengancam kesehatan manusia maupun kejahatan yang makin mudah berkibar. Tetap harus be wise and take care :)

Tuesday, April 24, 2012

Sedikit Kusut, Tidak Apa :)


Kusut
Bukan benang yang dipintal ibu
Tapi fikir

Panas
Bukan api membara ditungku
Tapi rasa

Basah
Bukan pakaian yang baru dicuci
Tapi indra

Oh lelah. Kenapa kau beranjak ke tempatku. Mengaburkan episode tawa yang pernah dilalui bersama? Lalu apa yang akan aku tahu kalau aku hanya sibuk menerka? Menghitung bintang di langit dengan jutaan rahasia tabu yang tak terbesitkan? Berlari seperti kuda dengan beban di kakinya. Berulang kali coba bicara pada hati tapi tampaknya ia terlalu sibuk menyesali. Menatap nanar sekitar dengan ringannya ratusan kilogram kecemasan. Berbicara pada tetangga seolah semua baik saja. Melambai seperti angin yang mengeringkan jemuran padahal nyatanya luka. Mencoba capai cakrawala yang terpejam. Tertarih mencapai garis walau tiada finish. Berlutut mengais cabikan pengabaian. Marah yang bergumul dengan sedih mendalam. Dilema akan hal jelas yang tiba-tiba jadi rumit.
Jadilah jelas.... dan semoga semua mulai membaik..

-Keruwetan perempuan, antara nyata dan cerita. 2012-04-24

Tuesday, April 10, 2012

Refleksi Hasil Bentukan Belajar PUM 2. Contoh Kasus Inteligence

Inteligence
Untuk contoh kasus sebagai refleksi hasil bentukan belajar inteligence, saya mengambil dari pembahasan mengenai Fluid and Crystallized Inteligence.

Contoh kasus pertama ialah ketika saya dihadapkan pada situasi yang belum pernah saya hadapi sebelumnya, yaitu saat menumpahkan minum yang saya bawakan untuk tamu orang tua saya, ini terjadi saat SD dulu. Ketika minuman tersebut tumpah, saya ditertawakan dan merasa malu. Penyelesaian yang saya lakukan adalah langsung ikut tertawa, mengambil gelas yang airnya sudah tumpah dan kembali membuat yang baru. Adapun kasus tersebut termasuk dalam contoh kasus Fluid Inteligence.
Hal ini dikarenakan strategi yang dilakukan merupakan hal baru dalam penyelesaian masalah melalui pemrosesan informasi secara cepat akan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dan contoh kasus kedua adalah, sekitar 2 tahun lalu saya pernah akan menyulam nama di sapu tangan untuk seseorang, saya tidak terlalu kesulitan dan tahu cara untuk membuatnya, karena 5 tahun sebelumnya saya pernah belajar sedikit untuk menjahit dengan tangan.
Hal tersebut merupakan contoh kasus dari Crystallized Inteligence, karena permasalahan menyulam nama di sapu tangan dipecahkan dengan pengetahuan dan pengalaman cara menjahit yang sudah pernah didapat sebelumnya walau sudah sangat lama tidak dilakukan.