Kisah ini juga hasil membuka data lama, seingat saya ini ditulis beberapa tahun lalu untuk suatu perlombaan kisah super singkat bertemakan "Berani Beda", hasil perlombaannya.....saya tidak tahu, terlewatkan sepertinya, juga lupa siapa penyelenggaranya huhu :') bahkan saya tidak yakin, apakah naskah ini benar sudah selesai dan sudah dikirim hihi maka biarlah kisah ini menyeruak disini saja..........
Gadis
berusia 20 tahun itu bernama Febe. Tinggi, langsing, berambut ikal panjang,
berkulit kuning langsat, bermata bundar, cantik. Namun, mahasiswa di salah satu
universitas swasta terkemuka di kota Medan ini tidak memiliki teman dekat,
lebih tepatnya menjaga jarak untuk memiliki teman dekat. Orang-orang kerap menganggapnya
sebagai individu yang anti sosial.
Sehari-hari,
selain mengikuti perkuliahan, Febe juga bekerja paruh waktu di salah satu mini
market franchise yang sedang menjamur
di kotanya. Tidak banyak yang mengetahui hal ini, hanya Febe dan ibunya,
satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Sejak
kecil, Febe adalah anak yang periang, rajin, dan senang membantu.
Sifat-sifat yang ia miliki tersebut
membuatnya memiliki banyak teman. Namun masa-masa peralihan memberi banyak
pengaruh dalam hidupnya. Masa-masa remaja tersebut menjadi saat-saat tersulit
yang pernah ia lalui.
Saat
itu ayahnya meninggal tanpa mewariskan apapun untuk keluarga kecil mereka, Febe
dan ibu. Tidak lama setelah kepergian ayahnya, rumah sederhana mereka terbakar,
menghanguskan semua kenangan-kenangan indah semasa kecilnya. Febe sakit, trauma
dengan bumbu-bumbu hidup yang ia rasa begitu pedih. Ia mulai menarik diri dan
bermain dalam dunianya sendiri.
Ketika
beranjak semakin dewasa, Febe sukses menutupi dirinya dari lingkaran
persahabatan yang dulu begitu ia agungkan. Sepulang dari kampus ia lebih
memilih langsung mengurung diri di rumah daripada mengikuti kegiatan apapun.
Hingga ibunya berkata bahwa mereka yang hidupnya sudah begitu sederhana membutuhkan
penghasilan tambahan. Febe memaksa diri mencari pekerjaan sampingan untuk
menyelamatkan ekonomi keluarga.
Tanpa
ia sadari, statusnya sebagai pekerja di mini market franchise mulai menjungkir balikkan lagi dunianya yang sudah lama
terbalik. Semua berawal dari salah seorang mahasiswa yang sekelas dengannya
membeli minuman ringan di tempat ia bekerja. Febe tidak mengetahui bahwa perempuan
itu teman sekelasnya, ia tidak peduli. Namun sebaliknya, dirinya yang cantik
sebenarnya cukup menjadi pembicaraan publik, sehingga lelaki itu mudah
mengenalinya.
Perempuan
itu mengajak Febe berbicara, memastikan bahwa mereka adalah teman sekelas. Febe
merasa malu sekali pada saat itu, ia tidak pernah ingin diketahui bekerja
sampingan sebagai mbak-mbak di mini market, tidak pernah. Namun perempuan itu
adalah teman yang baik, ia tidak menghiraukan status Febe.
Malah,
perempuan itu jadi sering mampir ke mini market, mengajaknya bicara, bercerita,
hingga akhirnya mereka menjadi teman yang dekat. Perempuan itu membesarkan
hatinya bahwa keadaannya yang berbeda, yakni anak yatim dan susah secara
ekonomi, bukanlah penghalang untuk hidup seperti manusia normal lainnya.
Waktu
pun terus berjalan, Febe mulai menerima kenyataan-kenyataan hidup memang harus
dihadapi, tidak bisa terus menerus sembunyi dan menarik diri. Tidak perlu takut
atau malu dengan perbedaan status sosial yang dimiliki. Toh, menjadi berbeda
berarti turut berkontribusi memberi warna pada kanvas kehidupan yang itu-itu
saja.