Tuesday, April 14, 2015

Alasan Demi Kemajuan (2)

Kisah ini juga hasil membuka data lama, seingat saya ini ditulis beberapa tahun lalu untuk suatu perlombaan kisah super singkat bertemakan "Berani Beda", hasil perlombaannya.....saya tidak tahu, terlewatkan sepertinya, juga lupa siapa penyelenggaranya huhu :') bahkan saya tidak yakin, apakah naskah ini benar sudah selesai dan sudah dikirim hihi maka biarlah kisah ini menyeruak disini saja..........

Gadis berusia 20 tahun itu bernama Febe. Tinggi, langsing, berambut ikal panjang, berkulit kuning langsat, bermata bundar, cantik. Namun, mahasiswa di salah satu universitas swasta terkemuka di kota Medan ini tidak memiliki teman dekat, lebih tepatnya menjaga jarak untuk memiliki teman dekat. Orang-orang kerap menganggapnya sebagai individu yang anti sosial.
Sehari-hari, selain mengikuti perkuliahan, Febe juga bekerja paruh waktu di salah satu mini market franchise yang sedang menjamur di kotanya. Tidak banyak yang mengetahui hal ini, hanya Febe dan ibunya, satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Sejak kecil, Febe adalah anak yang periang, rajin, dan senang membantu. Sifat-sifat  yang ia miliki tersebut membuatnya memiliki banyak teman. Namun masa-masa peralihan memberi banyak pengaruh dalam hidupnya. Masa-masa remaja tersebut menjadi saat-saat tersulit yang pernah ia lalui.
Saat itu ayahnya meninggal tanpa mewariskan apapun untuk keluarga kecil mereka, Febe dan ibu. Tidak lama setelah kepergian ayahnya, rumah sederhana mereka terbakar, menghanguskan semua kenangan-kenangan indah semasa kecilnya. Febe sakit, trauma dengan bumbu-bumbu hidup yang ia rasa begitu pedih. Ia mulai menarik diri dan bermain dalam dunianya sendiri.
Ketika beranjak semakin dewasa, Febe sukses menutupi dirinya dari lingkaran persahabatan yang dulu begitu ia agungkan. Sepulang dari kampus ia lebih memilih langsung mengurung diri di rumah daripada mengikuti kegiatan apapun. Hingga ibunya berkata bahwa mereka yang hidupnya sudah begitu sederhana membutuhkan penghasilan tambahan. Febe memaksa diri mencari pekerjaan sampingan untuk menyelamatkan ekonomi keluarga.
Tanpa ia sadari, statusnya sebagai pekerja di mini market franchise mulai menjungkir balikkan lagi dunianya yang sudah lama terbalik. Semua berawal dari salah seorang mahasiswa yang sekelas dengannya membeli minuman ringan di tempat ia bekerja. Febe tidak mengetahui bahwa perempuan itu teman sekelasnya, ia tidak peduli. Namun sebaliknya, dirinya yang cantik sebenarnya cukup menjadi pembicaraan publik, sehingga lelaki itu mudah mengenalinya.
Perempuan itu mengajak Febe berbicara, memastikan bahwa mereka adalah teman sekelas. Febe merasa malu sekali pada saat itu, ia tidak pernah ingin diketahui bekerja sampingan sebagai mbak-mbak di mini market, tidak pernah. Namun perempuan itu adalah teman yang baik, ia tidak menghiraukan status Febe.
Malah, perempuan itu jadi sering mampir ke mini market, mengajaknya bicara, bercerita, hingga akhirnya mereka menjadi teman yang dekat. Perempuan itu membesarkan hatinya bahwa keadaannya yang berbeda, yakni anak yatim dan susah secara ekonomi, bukanlah penghalang untuk hidup seperti manusia normal lainnya.


Waktu pun terus berjalan, Febe mulai menerima kenyataan-kenyataan hidup memang harus dihadapi, tidak bisa terus menerus sembunyi dan menarik diri. Tidak perlu takut atau malu dengan perbedaan status sosial yang dimiliki. Toh, menjadi berbeda berarti turut berkontribusi memberi warna pada kanvas kehidupan yang itu-itu saja.

0 comments: