Monday, March 3, 2014

My Short Story For KASEP 2014

Seperti yang dijanjikan, here you are, my short story is for you :D Cerpen ini terinspirasi dari kisah John Nash seorang ilmuwan penderita skizofrenia yang sudah difilmkan dengan judul Beautiful Mind, cita-cita salah seorang adikku yang ingin jadi intel, penyadapan yang dilakukan Aussie tahun lalu terhadap Indonesia, daaann tentunya DSM IV-TR beserta buku abnormalnya Neale yang enak dibaca huaha XD Semoga sodara-sodara ndak kecewa ya setelah bacanya, karena....ngga keren-keren banget sebenarnya >_< Salam aaanntusias!!


Perkumpulan Rahasia
Oleh: Siti Habibah Rhadiatullah
Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Aku sangat yakin kemarin malam Fira datang ke rumah, mengantar berkas-berkas perkumpulan rahasia kami. Tapi aku tidak mengerti kenapa ia tidak mau mengakui hal itu, memang benar perkumpulan rahasia ini tidak bisa dibicarakan disembarang tempat, tapi kami hanya berdua disini, menurutku bukan masalah kalau kami membicarakan hal ini.

"Anna, aku gak ngerti apa yang kamu maksud, perkumpulan apa? Tadi malam aku benar-benar tidak pergi kemana-mana, serius "ucap Fira sambil menatapku heran.

"Ayolah Fir, tidak ada orang lain disini, kita bisa bebas membicarakan berkas-berkas semalam" aku tetap bersikeras.

"Maaf Anna, aku harus cepat pulang, ada yang harus aku kerjakan dirumah, sampai jumpa besok ya, daahh" pamit Fira buru-buru kepadaku.

Aku hanya terdiam melihatnya berlalu, memperhatikan punggungnya yang makin menjauh. Aku tahu kemarin malam Fira datang bersama Firman untuk mengantar berkas-berkas itu, tapi tadi saat sebelum bertanya pada Fira, aku juga bertanya pada Firman, ia juga tidak mengakui hal itu, aku tidak mengerti, kenapa sih?

***

Jarum jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 9 malam, aku baru saja masuk kamar, tadi aku kedatangan tamu lagi, akhir-akhir ini setiap malam selalu ada utusan dari perkumpulan rahasia yang datang ke rumahku. Perempuan tadi bernama Shelda, aku belum pernah kenal dia sebelumnya. Tadi dia memberitahukan aku hal penting, alasan mengapa Fira dan Firman tidak mau mengakui tentang kedatangan mereka, mengapa mereka berpura-pura tidak ada apa-apa adalah karena tidak suka kehadiranku di perkumpulan rahasia. Harapan mereka aku merasa bingung, lalu tertekan dan mengundurkan diri. Oh! Tega sekali mereka yang dulu mengaku sahabatku.

Sebenarnya ada yang harus aku katakan kepada kalian, perkumpulan rahasia kami ini memang berbahaya, namun sangat istimewa. Kami adalah kelompok pemuda terpilih yang diutus secara tersembunyi oleh pemerintah untuk menjadi mata-mata. Akhir-akhir ini begitu marak penyadapan data-data negara oleh pihak asing, pemerintah mencurigai adanya campur tangan orang dalam, dan berdasarkan penelusuran terselubung, orang dalam itu memiliki agen-agen mahasiswa di beberapa kampus yang potensial, termasuk kampus kami.

Kami, para pemuda terpilih ini harus berkompetisi untuk memecahkan kode-kode rahasia yang menjadi petunjuk siapa yang bertanggung jawab atas kebocoran rahasia negara, siapa saja agen-agen mahasiswa yang diberdayakan, bagaimana cara kerja mereka, motif dibalik semua ini, dan sebagainya. Kami bekerja sama dengan intel. Ini sungguh istimewa, sebelumnya intel tidak pernah bekerja sama dengan orang lain, dan coba bayangkan hadiah besar yang menanti kami? Selain materi maupun penghargaan, beberapa dari kami akan direkrut menjadi anggota tetap intel negara! Oh alangkah menggiurkannya, itu impianku sejak kecil!

Hanya saja jumlah yang akan direkrut tersebut tidak ada yang mengetahui, pastinya hanya sedikit, ini yang menyebabkan diantara kami ada yang mencoba saling menjatuhkan, bekerja sama saat butuh namun setelah itu mencoba menikam. Itu yang dikatakan Shelda, dan aku percaya, terlebih lagi setelah merasakan apa yang Fira dan Firman coba lakukan. Namun aku tidak mau ambil pusing, sekarang lebih baik aku menyusun rencana selanjutnya.

***

Rencanaku sudah bulat, sebulat telur rebus yang dibuat mama untukku pagi ini. Aku akan menemukan kode-kode yang Fira dan Firman coba pecahkan, lalu kode tersebut akan aku kacaukan, sehingga akan memperlama waktu mereka. Selagi mereka menyusun ulang kode-kode itu lagi, aku akan mengajukan interpretasi kode-kode yang sudah aku susun ke ketua perkumpulan, seorang pemuda yang sudah menjadi anggota tetap intel negara. Semoga dia terkesan dengan kecepatanku memecahkan kode-kode itu dan merekomendasikan aku terpilih menjadi anggota tetap intel juga. Amin!

"Nak, kalau makan jangan melamun, telur rebusmu mulai dingin tuh" suara mama memecah lamunanku.

"Eh iya ma, aku cuma lagi mikir aja kok, Shelda kok akhir-akhir ini jadi jarang datang ya?" Tanyaku pada mama.

"Shelda? Kamu udah beberapa kali sebut nama itu, tapi mama belum pernah ketemu deh sama dia, setiap datang dia juga ga nyalamin mama, pemalu banget apa ya anaknya? "Interogasi mama.

"Masa sih mama ga pernah lihat? Dia pernah kok papasan sama mama di taman belakang, mama lupa aja kali "jawabku membela.

Mama hanya mengangkat bahu dan berlalu, menuju dapur, mungkin mau mencuci piring-piring sisa makan kami semalam.

Ttttteeetttt .... teeettt ... Ttteeettt ....
Itu suara bel rumahku, lalu terdengar ketukan pintu berirama 2-1-2, khusus sandi perkumpulan kami. Itu pasti Shelda! Aha, aku bisa meminta dia menemaniku mencari kode-kode milik Fira dan Firman. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku langsung bergegas menuju pintu depan dan membukanya, benar sekali yang berdiri didepanku sekarang adalah Shelda.

"Hai Ann, siap untuk hari ini?" Tantang Shelda dengan cool.

"Memangnya hari ini ada apa?" Seingatku aku belum punya janji apa-apa dengannya.

"Aku tau Ann, aku akan temenin kamu cari kode-kode milik Fira dan Firman, tenang aja, aku punya petunjuk kok" ucap Shelda ceria.

Aku terdiam, kenapa dia bisa tahu? Apakah dia bisa membaca pikiranku?

"Hahaha, jangan takut gitu Ann, kamu kaget ya? Aku udah duga aja kok kamu bakal ngelakuin ini setelah aku kasih tau tentang rencana Fira dan Firman, ini normal banget Ann "ujar Shelda dengan tetap ceria.

"Ya aku ngerasa aneh aja kamu kenapa bisa tahu, aku jadi khawatir banyak yang tahu juga" jawabku pelan.

"Oh engga kok haha ​​ayo kita ke aula kampus sekarang, aku tahu mereka sedang disana, mereka sedang latihan teater, kita bisa bongkar tas mereka dengan bebas. Sebagai orang kepercayaan kepala, aku punya luas untuk tahu identitas lengkap semua anggota perkumpulan kita, aku bisa akses keberadaan semuanya "kata Shelda.

"Yah okedeh, yuk yah" jawabku singkat walau masih ada perasaan aneh.

***

Aku ga nyangka! Ternyata Fira dan Firman adalah agen-agen mahasiswa yang membantu membobol data negara, mereka penuyusup di perkumpulan rahasia kami. Shelda salah sangka, mereka bukan ingin terpilih menempati posisi anggota tetap intel dengan menyingkirkan anggota-anggota klub lain satu persatu, tapi mereka memang berencana membubarkan perkumpulan rahasia ini secara perlahan. Ya ampun.

Tadi saat aku dan Shelda memeriksa tas mereka, aku menemukan banyak sekali jawaban. Sebenarnya didalam tas mereka yang menjadi indikator hanyalah kunci yang direkatkan pada kertas berisi sandi rumput. Beruntung aku dulu pernah ikut pramuka, aku mengerti sandi tersebut, sandi tersebut berisi kode dimana mereka harus mengambil barang-barang yang dititipkan oleh atasan mereka. Dugaanku, sebelum aku dan Shelda memeriksa tas mereka, ada seseorang yang terlebih dahulu memasukkan pesan tersebut untuk mereka, namun sebelum mereka membaca pesan tersebut, kami sudah lebih dulu mengetahuinya.

Sesuai pesan tersebut, aku mengajak Shelda menuju kantin lama kampus. Kantin yang rencananya akan direnovasi tersebut sampai sekarang masih berantakan, belum ada tanda-tanda akan kembali dijamah. Aku membuka rak kecil di sudut dapur bekas kantin yang terlihat lebih bersih dari bagian kantin yang lain.   Ada lencana agen milik klub asal mereka, ada alat-alat mutakhir yang bisa digunakan untuk membobol apa saja, ada segepok uang negara asing yang disertai surat. Kali ini surat tersebut tidak menggunakan sandi rumput, namun sandi angka. Mudah, aku bisa membacanya. Dari situ aku mengerti bahwa mereka, Fira dan Firman adalah agen penyusup tersebut. Shelda juga tidak menyangka, ia bergegas menelfon ketua perkumpulan rahasia kami.

Sekitar 15 menit kemudian, Shelda mengakhiri sambungan telfonnya. Ia mengatakan semua akan segera diurus pihak intel, kami harus segera pergi dari sini membawa semua barang bukti ini. Kami bergegas menuju markas perkumpulan rahasia.

***

"Sudah lebih dari satu bulan Anna jadi aneh begini ma, kalau diajak bicara suka ngawur, aku juga pernah lihat dia lagi tulis-tulis banyak angka di dinding kamar, tapi semua itu gak ada maksudnya ma, sama sekali bukan pelajaran dikampus kami, aku khawatir "ucap Azta, kakak kembar Anna, pada mamanya.

Mama hanya terdiam, terlihat berpikir keras, lantas berkata, "Kamu tahu temennya Anna yang namanya Shelda ngga?"

"Shelda? Aku ga pernah tau Anna punya temen yang namanya Shelda deh. Emang kenapa si Shelda itu ma? "Tanya Azta.

"Anna sering cerita kalau sedang pergi bersama Shelda, katanya juga Shelda sudah sering datang ke rumah. Tapi mama ga pernah lihat tuh, kamu pernah lihat temennya yang ga kamu kenal datang ke rumah "? mama balas bertanya.

"Ma, aku ga pernah lihat Anna berteman dengan siapapun sekarang, di kampus dia selalu sendirian, aku sempat tanya ke temen dekatnya dulu, Fira dan Firman, mereka juga bilang kalau Anna sekarang menjauhi mereka. Bahkan mereka pernah melihat Anna membuka-buka tas mereka, menemukan coretan-coretan iseng Firman saat bosan mendengarkan kuliah, lalu membawa coretan itu pergi sambil tertawa, aneh ma. Kalau tahu akan jadi seperti ini, aku ngga akan ambil program akselerasi ma, kami jadi beda tingkat sekarang, aku udah sibuk ngurus skripsi disaat dia mungkin kesulitan dengan pelajaran yang sekarang, pelajaran paling berat memang ada di semester dia sekarang, dan aku ga bisa temenin dia sepenuhnya "Azta mulai terisak.

"Azta, kalian udah mulai dewasa, ga mungkin juga nempel terus, Anna juga bukan tanggung jawab kamu kok, yaudah nanti mama coba bicara ya sama Anna" kata mama tenang.

Kebetulan sekali, tidak lama kemudian terdengar salam, Anna sudah pulang, segera menyalam mama, kemudian berkata, "Ma, mama kan selalu penasaran tentang Shelda, ini ma orangnya, mama pernah lihat dong sebelumnya?"

Mama tertegun sejenak, "Eh iya nak, oh ini ya Shelda, cantik ya, ahya mama baru ingat ada yang harus mama kerjakan di kamar, kalau bisa kamu dan Shelda tolong bantu mama kasih makan ikan di kolam belakang dulu ya nak".

Anna mengangguk dengan semangat, "Kami ngga lama kok ma perginya, nanti aku beli ya ikan titipan mama".

Mama mengangguk, tersenyum menahan tangis. Wajah Azta pucat, matanya masih membesar, bibirnya sedikit terbuka.

"Ma, mama kenapa berpura-pura kalau Shelda itu ada? Mama lihat sendiri kan kalau Anna tadi sendirian? "  Azta masih shock.

Mama menarik napas dalam-dalam, diraihnya tangan Azta, "Azta, ada yang harus mama ceritakan, ayo kita ke kamar"

Sembari bergandengan tangan mereka berdua berjalan ke kamar. Sampai di kamar, mama membuka lemari pakaian dan mengeluarkan kotak seukuran 3x lebih kecil dari kardus air mineral cup yang kulitnya berlapiskan beludru hitam. Kotak tersebut dibuka, samar-samar tercium aroma bunga melati, bunga kesukaan mama. Dalam kotak terebut ada surat-surat, foto-foto, guntingan-guntingan koran, dan perhiasan-perhiasan mama.

Mama menunjukkan satu foto ke Azta. "Ini kita berempat Azta, 19 tahun yang lalu, tepat usia kalian 1 tahun, bahagia sekali rasanya. Sebelum semuanya berubah, sebelum papa jadi berbeda ", suara mama terdengar getir.

"Kamu nyimak ngga kalau tadi saat mama minta tolong Anna kasih makan ikan, jawaban Anna malah ngga nyambung?" Mama kembali bertanya.

Azta mengangguk. "Iya ma, sebulan terakhir ini setiap aku ajak bicara, Anna memang berbeda. Terkadang ia berperilaku seolah-seolah menjadi seorang detektif yang tidak bisa diketahui identitasnya. Tapi ia juga pernah keceplosan menyebut-nyebut agen negara, perkumpulan rahasia, dan sebagainya ".

"Dulu, papa juga seperti itu", suara mama terdengar lirih. "Berdasarkan penelitian, yang sebenarnya masih jadi pembicaraan, penyakit ini bisa turun ke kalian. Ke mama juga bisa, tapi lebih besar kemungkinan untuk muncul di kalian. Nama penyakit ini skizofrenia, Azta. Skizofrenia. "

Azta menatap mata mama yang berkaca-kaca, kemudian berkata dengan suara yang parau, "Lanjutkan ma, Azta akan tetap nyimak".

"Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa, dari begitu banyak gangguan jiwa lainnya. Pengidapnya akan sulit membedakan antara dunia nyata dengan dunia yang secara tidak sengaja ia buat sendiri. "

Azta menimpali, "Jadi... Shelda itu bisa dibilang teman khayalan Anna, ma? Dulu papa juga punya teman khayalan? "

Mama tersenyum, "Iya Azta, teman khayalan papa adalah seorang Menteri Pertahanan. Papa jadi sering kompleks mikirin masalah keamanan negara. Itu awalnya, lama-lama jadi semakin parah, selama 6 bulan lebih papa terjebak dalam pikirannya sendiri. Papa tidak mau berangkat kerja, papa bilang harus mengurus strategi pertahanan negara di markas. Padahal markas yang papa sebut itu adalah garasi rumah kita, dan yang papa lakukan hanyalah menggambar banyak pola yang sama di kertas. Kadang papa juga tiba-tiba seperti patung. Itu adalah saat-saat sulit, kalian masih kecil, mama harus bekerja sendirian, merawat kalian, memenuhi papa yang makin aneh setiap hari. Papa tidak mau keluar dari rumah, mama juga tidak ingin papa keluar, mama malu jika orang lain tahu kondisi papa. "

Mama menarik napas sebentar kemudian kembali melanjutkan, "Hingga mama merasa tidak sanggup lagi menghadapi ini semua sendirian. Mama mencari informasi tentang orang yang bisa dimintai tolong, mama menemukan orang pintar nak, dulu mama tidak paham bahwa ini adalah skizofrenia, bukan kemasukan atau santet "

Azta tertawa kecil, "Mama ke dukun?"

"Iya nak, saat itu mama begitu kalut. Tapi ke dukun juga hasilnya percuma. Sampai akhirnya mama beranikan diri cerita ke teman mama. Teman ini membawa mama ke seorang ustadz, mama menceritakan semuanya tanpa ditutup-tutupi. Sang ustadz pun memberikan nasihat-nasihat pernikahan, memberikan pencerahan-pencerahan tentang sabar, takwa, dll. Lalu ia mengajak mama bertemu dengan istrinya yang ternyata adalah seorang psikolog "suara mama mulai lebih tenang.

Azta tersenyum, merasa alur cerita akan menjadi lebih baik.

"Dari ibu psikolog yang lembut itu lah mama jadi tahu tentang skizofrenia. Papa mulai di terapi, bahkan sempat masuk ke rumah sakit jiwa juga nak. Tapi mungkin memang takdir sudah ditentukan, sebelum sempat sembuh kembali, papa kembali kepadaNya nak ", mama mulai menangis.

Selama beberapa menit mereka terdiam, yang terdengar hanya suara isakan.

"Ma, aku dengar semuanya", tiba-tiba Anna muncul.

Mama dan Azta terkejut, memandang ke arah Anna yang ikut menangis. Anna berlari ke arah mama, memeluk mama erat sambil menangis. Azta ikut mendekap mereka.

"Tapi semua terasa begitu nyata ma, aku sulit percaya kalau ini cuma khayalanku, bahkan Shelda sekarang ada disamping kita, mengatakan kalau mama berbohong, mama tidak ingin aku masuk intel, jadi mama mengarang cerita agar aku tidak melanjutkan misiku.... Tapi aku lebih percaya pada mama dari Shelda, aku percaya mama. Mama yang seumur hidupku berjuang untukku, untuk kita ", tutur Anna.

Mama belum bisa berkata-kata, Azta yang lebih dahulu membuka suara, "Adik kembarku, oh adik kembarku, kamu pasti bisa kembali seperti dulu lagi, kita harus segera pergi. Mama, bisa kah sekarang kita ke rumah ibu psikolog yang dulu? "

Sambil menangis, mama mengangguk dan berkata, "Tentu anakku, mari, mari, kita bergegas, semakin cepat kita bertindak, akan semakin baik"

Kemudian mereka bertiga segera bersiap-siap untuk berangkat, di hati masing-masing ada doa, ada harapan untuk orang-orang tercintanya. Walau sebenarnya Anna masih bisa melihat Shelda yang terus berusaha mempengaruhinya untuk lari saja dari situasi tersebut.
*****

0 comments: